MAKALAH
ISLAM DISIPLIN ILMU
“TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN DI INDONESIA”
|
Nama Kelompok
|
|
1. Epa Puspita Sari
|
|
2. Zeris Anggraini
|
|
3. Yoga Firnanda
|
PROGRAM STUDY
PENDIDIKAN PPKN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayahnya-lah sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik. Tak lupa pula penyusun ucapkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,
karena beliau telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang
penuh berkah.
Adapun judul makalah ini adalah ”tokoh-tokoh
pendidikan di indonesia” Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kulya islam disiplin ilmu . Dan penyusun sangat berharap semoga dengan
adanya makalah ini, penyusun dapat memberikan dan memperluas ilmu yang kita
miliki.
Terima kasih atas pihak yang telah mendukung penyusun
dalam pembuatan
makalah ini, jika ada salah kata, penyusun
berharap menerima
kritik dan saran untuk pembuatan
makalah selanjutnya. Jika ada
yang tidak berkenaan di hati pembaca, penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bengkulu,
April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
kata pengatar…………………………………………………….............I
daftar isi………………………………………………………………….……I
bab i pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………….1
1.3 Tujuan Pembahasan ………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN
Tokoh-tokoh
diindonesia………………………………………………………………..2
2.1 R.A
Kartini…………………………………………………………………………..2
2.2 R.A DEwi
Sartika …………………………………………………………………...4
2.3 Rohana
Kuddus…………………………………………………………………...…5
2.4 Ki Hajar
Dewantara……………………………………………………………….....7
2.5 Prof.DR
Slamet Imam Santoso……………………………………………………...9
2.6 Bu Kasur…………………………………………………………………………..…9
2.7 Kiai
Hasyim asy’ari……………………………………………………………….…9
2.8 Dr. soetomo………………………………………………………………………….10
2.9 Ahmad Dahlan……………………………………………………………………….10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….15
3.2 Saran………………………………………………………………………………15
DAFTAR
PUSTAKA
bab i
pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Sesuai dengan
konsep life long education, akhirnya pendidikan tak akan
berhenti selama manusia masih ada dan masih hidup. Hidup dan kehidupan
tak kan dapat terlepas dari pendidikan. Kegiatan atau proses pendidikan
akan terasa amat penting dan sangat dibutuhkan dalam menghadapi ilmu dan
teknologi yang sangat pesat kemajuannya seperti sekarang ini. Hal
tersebut dilakukan agar suatu negara tidak tergilas zaman yang sejatinya sedang
berpacu dengan waktu. Segala upaya pemerintah perlu dilakukan untuk
peningkatan mutu pendidikan dan pembenahan sistem yang telah ada tanpa
mengabaikan norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku . Oleh karena
itu, negara (Indonesia) selayaknya tetap berkaca pada masa lalu.
Kemajuan apa saja yang
positif, tetaplah dipertahankan. Semua itu tidaklah terlepas dari
upaya-upaya yang pernah dilkukan para tokoh pendidikan sebagai pemancang pilar
pendidikan. Beberapa orang di antara mereka adalah: Ki Hajar Dewantara,
KH. Ahmad Dahlan, Mochamad Syafei, RA. Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kuddus,
dan lain sebaginya.
1.2
Rumusan
Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
Ø
Pendidikan apa saja
yang pernah ditempuh tokoh?
Ø
Apa saja karier yang
pernah digeluti tokoh?
Ø
Bagaimana kiprah tokoh
dalam organisasi yang pernah didirikan untuk memajukan bidang pendidikan?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah
ini adalah:
Ø
Memahami tokoh-tokoh
diindonesia.
Ø
Memahami karier yang
perna digeluti tokoh.
Ø
Memahami kiprah tokoh
dalam organisasi yang perna didirikan untuk memajukan bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.
RA. Kartini
(1879-1904):
Nama
: Raden Adjeng Kartini
Lahir
: Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879
Meninggal
: Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya
lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan
pribumi.
Biografi
Raden
Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan
Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri
dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah,
putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di
Telukawur, Jepara.Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong.
Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang
bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi 2, maka ayahnya
menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja
Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di
Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A.
Tjitrowikromo.Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri.
Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya,
Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak
Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai
usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere
School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah
usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Jika diteliti, jejak perjuangan Kartini adalah
perjuangan agar perempuan Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang
layak. Bukan perjuangan untuk emansipasi di segala bidang. Kartini
menyadari, perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan.Agar dapat
menjalankan perannya dengan baik, perempuan harus mendapat pendidikan yang baik
pula.
Dalam sebuah suratnya, kepada Prof.
Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902 Kartini menulis, ‘Kami di sini memohon
diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena
kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam
perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali
bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban
yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia
yang pertama-tama”.
Atas kesadaran tersebut, Kartini berniat
melanjutkan sekolah ke Belanda, Aku mau meneruskan pendidikanku ke
Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang
telah kupilih” (Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 1900). Waktu itu,
Kartini beranggapan bahwa Eropa adalah tempat peradaban tertinggi dan paling
sempurna di muka bumi.Namun, rencana itu tak pernah berhasil.Kartini hanya
mendapat kesempatan menempuh sekolah guru di Betawi.Kesempatann ini pun batal
dijalaninya karena dia harus menikah dengan R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat.
Walaupun awalnya banyak menentang adat
Jawa yang kaku dan kebiasaan bangsawannya berpoligami, Kartini menerima
pernikahan tersebut. Ada sebuah kesadaran di benaknya, dengan menikah dia akan
berkesempatan untuk mendirikan sekolah bagi perempuan bumiputra.
Alasan ini masuk akal karena suaminya adalah seorang bupati yang berkuasa dan
mengizinkan bahkan mendukungnya untuk mendirikan sekolah. Keputusan yang
luar biasa dari seorang pahlawan sejati.
Pada
hari pernikahannya, seorang ustad dari Semarang, Haji Mohammad Sholeh bin Umar,
menghadiahkan beberapa juz al-Quran berbahasa Jawa. Kegelisahan Kartini
terhadap agama Islam pun terjawab.Sebelumnya, dalam kehidupan sehari-harinya
Kartini hanya diajarkan membaca al-Quran tanpa diizinkan untuk mengetahui
artinya.Setelah mempelajari al-Quran, pandangan Kartini terhadap beberapa hal
punberubah.Di antaranya, pandangannya terhadap peradaban Eropa, “…,
tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang
paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri
menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di
balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama
sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” (Surat Kartini kepada Ny.
Abendanon, 27 Oktober 1902).
Pandangan
Kartini terhadap poligami pun berganti, jika awalnya menentang, setelah
mengenal ajaran Islam dia menerimanya.Sayangnya, Haji Mohammad Sholeh meninggal
sebelum sempat menyelesaikan seluruh terjemahan al-Quran untuk Kartini.
Kartini pun hanya mempelajari beberapa jus terjemahan tersebut. Jika saja
dia sempat mempelajari keseluruhan Al Quran, tidak mustahil ia akan menerapkan
semua kandungannya. Kartini berani berbeda dengan tradisi adatnya yang mapan,
dia juga memiliki ketaatan yang tinggi terhadap ajaran Islam. Bukunya yang
berjudul Habis Gelap Terbitlah Terangmina dulumati ila nuur.
Kartini menyadari bahwa sumber pendidikan terbaik justru ada di dekatnya,
yaitu Al-Quran, bukan di Eropa.pun terinspirasi dari Surat Al-Baqarah
ayat 193:13 Septembar 1904, Kartini meninggal pada usia yang masih muda, 25
tahun dan dimakamkan di Rembang. Untuk menghormatinya, Van Deventer, seorang
tokoh politik Etis, mendirikan Yayasan Kartini (1912). Yayasan tersebut
bertugas mengelola “Sekolah Kartini” yang didirikan di Semarang, Surabaya,
Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya.
2.
RA. Dewi Sartika
(1884-1947):
Nama
: Dewi Sartika
Lahir
: Bandung, 4 Desember 1884
Meninggal
: Tasikmalaya, 11 September 1947
Umur
: 62 tahun
Di
Juluki : Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966.
Nama
Ayah : Nyi Raden Rajapermas
Nama
Ibu : Raden Somanagara
Biografi
Dewi
Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden
Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh
menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. Sepeninggal ayahnya, Dewi
Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan sebagai patih di
Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai kesundaan,
sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang
nyonya Asisten Residen bangsa Belanda.
Mendirikan
Sekolah
Sejak
1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah
ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di
hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit,
membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu Usai
berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi
Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda.
Tenaga pengajarnya tiga orang; Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny.
Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang,
menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Setahun
kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang,
Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya,
serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada
tahun 1909, membuktikan kepada bangsa kita bahwa perempuan memiliki kemampuan
yang tak ada bedanya dengan laki-laki. Tahun 1910, menggunakan hartanya
pribadi, sekolahnya diperbaiki lagi sehingga bisa lebih mememnuhi syarat
kelengkapan sekolah formal.
Meninggal
Dewi
Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu
upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan
Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati
Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.
Dewi Sartika dilahirkan di keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara.Meskipun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda.Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya (kakah ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka. Oleh pamannya itu, ia mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda, sementara wawasan kebudayaan Barat didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen berkebangsaan Belanda.Sedari kecil , Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering memperagakan praktik di sekolah, belajar baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar.Waktu itu, Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan.Gempar, karena waktu itu belum ada anak (apalagi anak rakyat jelata) yang memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.
Setelah remaja, Dewi Sartika kembali
lagi kepada ibunya di Bandung.Jiwanya yang telah dewasa semakin menggiringnya untuk
mewujudkan cita-citanya. Hal ini didorong pula oleh pamannya, Bupati
Martanagara, yang memang memiliki keinginan yang sama. Tetapi, meski keinginan
yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak menjadikannya serta merta dapat
mewujudkan cita-citanya. Adat yang mengekang kaum wanita pada waktu itu,
membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir.Namun karena
kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa
meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan.
Tahun 1906,
Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, beliau memiliki
visi dan cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika, guru di sekolah Karang
Pamulang, yang saat itu merupakan sekolah Latihan Guru.
Sejak 1902,
Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan.Disebuah
ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di
hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit,
membaca, menulis dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu
Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A.
Martenagara, pada 16 Januari 1904,
Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang : Dewi Sartika
dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa
dan Nyi.Oewid.Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang,
menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Setahun kemudian, 1905,
sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini
dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi
dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909,
bahasa sundabisa lebih mememenuhi syarat kelengkapan sekolah formal.
Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa
wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang
dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama
dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah
berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh
kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914,
nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota
kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal
tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi,
di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah
Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada
tahun 1920, ditambah beberapa
yang berdiri di kota kewedanaan.
Bulan September 1929,
Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25
tahun, yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Déwi”. Atas jasanya
dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah
Hindia-Belanda.
Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman
sederhana di pemakaman Cigagadon – Desa Rahayu Kecamatan
Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan
kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.
3. RohanaKuddus(1884-1969)
Rohana Kuddus dikenal sebagai wanita Islam yang taat pada agamanya dan sebagimana kedua tokoh di tas, ia giat sekali mempelopori emansipasi wanita. Selain sebagai pendidik, ia pun adalah wartawan wanita pertama Indonesia.Sebagaimana dikemukakan Djumhur dan Danasuparta dalam Syarifudin, pada tahun 1896 (pada usia 12 tahun) Rohana telah mengajarkan membaca dan menulis (huruf Arab dan Latin) kepada teman-teman gadis sekampungnya. Pada tahun 1905 ia mendirikan Sekolah Gadis di Kota Gedang. Pada tanggal 11 Februari 1911 ia memimpin Perkumpulan Wanita Minangkabau yang diberi nama “Kabar wanita Karajinan Amai Setia” yang kemudian dijadikan nama sekolahnya. Rohana juga berjuang menerbitkan surat kabar khusus untuk wanita. Pada tanggal 10 Juli 1912 Rohana menjadi pemimpin redaksi surat kabar wanita di kota Padang yang diberi nama “Soenting Melajoe”
Rohana Kuddus dikenal sebagai wanita Islam yang taat pada agamanya dan sebagimana kedua tokoh di tas, ia giat sekali mempelopori emansipasi wanita. Selain sebagai pendidik, ia pun adalah wartawan wanita pertama Indonesia.Sebagaimana dikemukakan Djumhur dan Danasuparta dalam Syarifudin, pada tahun 1896 (pada usia 12 tahun) Rohana telah mengajarkan membaca dan menulis (huruf Arab dan Latin) kepada teman-teman gadis sekampungnya. Pada tahun 1905 ia mendirikan Sekolah Gadis di Kota Gedang. Pada tanggal 11 Februari 1911 ia memimpin Perkumpulan Wanita Minangkabau yang diberi nama “Kabar wanita Karajinan Amai Setia” yang kemudian dijadikan nama sekolahnya. Rohana juga berjuang menerbitkan surat kabar khusus untuk wanita. Pada tanggal 10 Juli 1912 Rohana menjadi pemimpin redaksi surat kabar wanita di kota Padang yang diberi nama “Soenting Melajoe”
4. Ki Hajar Dewantara
Nama
: Ki Hajar Dewantara
Nama
Asli :Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
Lahir
: Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat
:Yogyakarta, 28 April 1959
Pendidikan
•
Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
•
STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat
•
Europeesche Akte, Belanda
•
Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957
Karir
•
Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer dan Poesara
•
Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional
Tamansiswa) pada 3 Juli 1922
•
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
Organisasi
•
Boedi Oetomo 1908
•
Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme
Indonesia) 25 Desember 1912
Penghargaan
•
Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan
Nasional
•
Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959,
tanggal 28 November 1959)
•
Ki Hajar Dewantara (1889-1959)
Tokoh ini sangat identik dengan pendidikan di Indonesia. Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta (2 Mei 1889) dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Semasa kecilnya, RM Soewardi Soeryaningrat sekolah di ELS (SD Belanda). Kemudian, ia melanjutkan ke STOVIA (sekolah dokter bumiputra), namun tidak tamat. Setelah itu, dia bekerja sebagai wartawan di Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat tajam dan patriotik sehingga membangkitkan semangat antipenjajahan.
Selain
menjadi wartawan, RM Soerwardi Soeryaningrat juga aktif di organisasi sosial
dan politik. Tahun 1908 ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo. Kemudian,
bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische
Partij (25 Desember 1912) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Namun partai
ini ditolak oleh pemerintah Belanda.Kemudian, ia dan kawan-kawannya membentuk
Komite Bumipoetra (1913) untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda
yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan
Prancis. Untuk membiayai pesta tersebut Pemerintah Belanda menarik uang dari
rakyat jajahannya.RMSoewardi Soeryaningrat mengkritik lewat
tulisannya “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan
“Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk
Satu Juga).Akibat tulisannya itu, RM Soerwardi Soeryaningrat dijatuhi hukuman
buang ke Pulau Bangka oleh Gubernur Jenderal Idenburg tanpa proses pengadilan.
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo yang merasa rekan seperjuangan diperlakukan
tidak adil menerbitkan tulisan untuk membela Soewardi.Belanda menganggap
tulisan itu menghasut rakyat untuk memberontak pada pemerinah
kolonial.Akibatnya, keduanya pun terkena hukuman buang, Douwes Dekker ke Kupang
dan Cipto Mangoenkoesoemo ke Banda.Hukuman itu ditolak, mereka meminta untuk
dibuang ke Negeri Belanda agar bisa belajar.Keinginan tersebut diterima dan
mereka diizinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari
pelaksanaan hukuman.Selama di negara kincir angin tersebut, Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte dan kembali
ke tanah air pada 1918.
Sekembalinya
ke tanah air, bersama rekan-rekannya, RM Soewardi Soeryaningrat mendirikan
Perguruan Nasional Tamansiswa (3 Juli 1922).Perguruan ini mendidik para
siswanya untuk memiliki nasionalisme sehingga mau berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan. Demi memuluskan langkahnya-langkahnya, RM Soewardi Soeryaningrat
pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sebagai seorang bangsawan yang
berasal dari lingkungan Kraton Yogyakarta dan dengan gelar RM di depan namanya,
dia kurang leluasa bergerak.
Aktivitas Tamansiswa pun ditentang oleh
Pemerintah Belanda melalui Ordonasi Sekolah Liar pada 1932.Dengan gigih RM
Soewardi Soeryaningrat pun berjuang hingga ordonansi itu dicabut.Sambil
mengelola Tamansiswa, RM Soewardi Soeryaningrat tetap
rajin menulis.Namun bukan lagi soal politik, melainkan soal
pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.Melalui tulisan-tulisan itulah
dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Tahun
1943, ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara bergabung ke Pusat
Tenaga Rakyat (Putera).Di organisasi tersebut, dia menjadi salah seorang
pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah
Indonesia merdeka, ia pun dipercaya menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran,
dan Kebudayaan yang pertama. Berbagai aktivitasnya dalam memperjuangkan
pendidikan di tanah air sebelum hingga Indonesia merdeka tersebut, membuatnya
dianugerahui gelar doktor kehormatan oleh Universitas Gadjah Mada (1957).Ki
Hajar Dewantara meninggal pada 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di
Kampung Celeban (Yogyakarta).Kemudian, atas jasa-jasanya, pendiri Taman siswa
itu ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.Ki Hajar
Dewantara pun mendapat gelar Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal
kelahirannya, 02 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
5. Prof.Dr.SlametImamSantoso
Prof. Dr. Slamet Imam Santoso dilahirkan di Wonosobo, 7 September 1907. Wafat di Jakarta, 9 Novenber 2004. Beliau beragama Islam. Isterinya bernama Suprapti Sutejo. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah ELS Magelang 1912 – 1917, HIS Magelang 1918 – 1920, Mulo Magelang 1920 – 1923, MAS-B Yogyakarta 1923 – 1926, Indische Atrs Stovia 1926 – 1932, dan Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum 1932 – 1934.
Prof. Dr. Slamet Imam Santoso dilahirkan di Wonosobo, 7 September 1907. Wafat di Jakarta, 9 Novenber 2004. Beliau beragama Islam. Isterinya bernama Suprapti Sutejo. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah ELS Magelang 1912 – 1917, HIS Magelang 1918 – 1920, Mulo Magelang 1920 – 1923, MAS-B Yogyakarta 1923 – 1926, Indische Atrs Stovia 1926 – 1932, dan Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum 1932 – 1934.
Kariernya
adalah Pendiri Fakultas Psikologi UI, PR Bidang Akademisi UI, Guru Besar
Fak. Kedokteran UI dan Fak. Psikologi UI, Dosen Lemhanas, Dewan Kurator
Universitas Mertju Buana.Karya-karya yang ditulisnya antara lain: Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan, The Social Background for Psychology in
Indonesia, Psychiatry dan Masyarakat Kesejahteraan Jiwa: School Health in
The Communnity, Sekolah sebagai Sumber Penyakit atau Sumber
Kesejahteraan, Dasar Stadium Generale, Pendidikan Universitas Atas Dasar
Teknik dan Keilmuan, Dasar-Dasar Pendidikan.
6. Bu Kasur
Bu Kasur bernama asli Sandiah. Beliau Lahir di Jakarta, 16 Januari 1926. Wafat di Jakarta, 22 Oktober 2002 dan dikebumikan di Kaliori, Purwokerto, Jawa Tengah (23 Oktober 2002). Suaminya bernama Suryono (Pak Kasur). Pendidikanyang pernah ditempuhnya adalah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs MULO 1930. Kariernya adalah sebagai pencipta lagu anak-anak, pendiri dan pengasuh TK Mini Pak Kasur (1965), pengasuh dan pembawa acara anak di radio dan televisi. Penghargaan yang pernah diperolehnya antara lain: Bintang Budaya Para Dharma (1992), penghargaan dari Presiden dalam rangka Hari Anak Nasional (1988), Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori Anno II (1976).
Bu Kasur bernama asli Sandiah. Beliau Lahir di Jakarta, 16 Januari 1926. Wafat di Jakarta, 22 Oktober 2002 dan dikebumikan di Kaliori, Purwokerto, Jawa Tengah (23 Oktober 2002). Suaminya bernama Suryono (Pak Kasur). Pendidikanyang pernah ditempuhnya adalah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs MULO 1930. Kariernya adalah sebagai pencipta lagu anak-anak, pendiri dan pengasuh TK Mini Pak Kasur (1965), pengasuh dan pembawa acara anak di radio dan televisi. Penghargaan yang pernah diperolehnya antara lain: Bintang Budaya Para Dharma (1992), penghargaan dari Presiden dalam rangka Hari Anak Nasional (1988), Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori Anno II (1976).
7. KiaiHasyimAsy’ari
Kiai Hasyim Asy’ari Lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 (24 Dzulkaidah 1287 H). Meninggal pada tanggal 25 Juli 1947. Ayah dan Ibunya bernama Kiai Asy’ari dan Halimah. Pendidikan yang ditempuhnya adalah: Pesantren Gedang, Pesantren Keras, selatan Jombang, Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), dan Pesantren Trenggilis (Semarang).
Kiai Hasyim Asy’ari Lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 (24 Dzulkaidah 1287 H). Meninggal pada tanggal 25 Juli 1947. Ayah dan Ibunya bernama Kiai Asy’ari dan Halimah. Pendidikan yang ditempuhnya adalah: Pesantren Gedang, Pesantren Keras, selatan Jombang, Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), dan Pesantren Trenggilis (Semarang).
Karier yang pernah dijalani adalah sebagai Pendiri
Pesantren Tebuireng (1899), salah satu Pendiri Nahdhatul Ulama, 31 Januari
1926), dan Tokoh Pembaharuan Pesantren.Adapun penghargaan yang diterimanya
antara lain: Pahlawan Kemerdekaan Nasional (SK Pesiden RI No. 294 Tahun 1964
tanggal 17 November 1964).
8. Dr.Soetomo
Dr. Soetomo berama Asli Soebroto. Lahir di Desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888 dan wafat di Surabaya, 30 Mei 1938. Pendidikan yang dijalaninya: STOVIA tahun 1911.
Dr. Soetomo berama Asli Soebroto. Lahir di Desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888 dan wafat di Surabaya, 30 Mei 1938. Pendidikan yang dijalaninya: STOVIA tahun 1911.
Kariernya
antara lain sebagai Dokter di Tuban, Semarang, Lubuk Pakam, dan Malang,
Wartawan dan memimpin beberapa surat Kabar.
Adapun
organisasi yang diikutinya adalah: Pendiri dan Ketua Budi Utomo, 20 Mei 1908,
Budi Utomo bergerak di bidang politik tahun 1919, Pendiri Indische Studie Club
(ISC) tahun 1924, ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI
(1931), Pendiri dan Ketua Patai Indonesi Raya (Parindra) yang merupakan
Penggabungan Budi Utomo dan PBI.
9. AhmadDahlan
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis. Beliau adalah putra keempat dari tujuh bersaudara pasangan KH. Abu Bakar (seorang ulam dan khatib terkemuka mesjid besar Kesultanan Yogyakarta dan Nyai Abu Bakar (putri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga. Dalam silsilah, disebutkan bahwa beliau masih keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim.
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis. Beliau adalah putra keempat dari tujuh bersaudara pasangan KH. Abu Bakar (seorang ulam dan khatib terkemuka mesjid besar Kesultanan Yogyakarta dan Nyai Abu Bakar (putri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga. Dalam silsilah, disebutkan bahwa beliau masih keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim.
Sebagai
seorang anak ulama, KH. Ahmad Dahlan yang memiliki nama kecil Muhammad Darwis
sudah belajar agama dan bahasa Arab kepada sang ayah. Setelah belajar agama di
kampungnya, beliau melanjutkan sekolah ke Mekah setelah sang xayah menyuruh
menunaikan rukun Islam kelima tahun 1883.
Saat
berangkat ke Mekah untuk menuaikan haji, Muhammad Darwis masih berumur 15
tahun. Beliau sempat bermukim di Mekah selama lima tahun untuk memperdalam ilmu
agama seperti qira’at, tauhid, tafsir, fikih, ilmu mantiq dan ilmu falak.
Setelah kembali dari Mekah pada tahun 1902, beliau berganti nama menjadi
Haji Ahmad Dahlan.
Satu tahun kemudian, beliau
berkesempatan untuk memperdalam ilmu agama lagi di Mekah.Dari sini,
beliau banyak belajar mengenal pemikiran para pembaharu Islam. Antara lain Ibnu
Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha.
Islam Yang Rasional
Perjalanan K.H. Ahmad Dahlan membuka cakrawala pendidikan (Islam) di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari modernisasi Islam yang dilakukan oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh pada abad sebelumnya di Eropa.
Perjalanan K.H. Ahmad Dahlan membuka cakrawala pendidikan (Islam) di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari modernisasi Islam yang dilakukan oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh pada abad sebelumnya di Eropa.
Jamaluddin
Al-Afghani, seorang intelektual muslim yang sempat mengenyam kesempatan
berbagai ilmu dalam organisasi Freemasonry, bertujuan untuk mengadaptasikan
Islam dengan masa modern. Caranya, memperkaya Islam dengan berbagai penemuan
yang berkaitan dengan rasionalitas yang diandalkan pengetahuan Eropa.Jamaluddin
Al-Afghani menerbitkan jurnal Al-Urwatul Wutsqa pada
1884. Al-Urwatul Wutsqa sendiri misalnya “mendukung” teori
evolusi (tetapi tidak untuk manusia) yang tidak hanya membuat dunia Barat
membuka mata tentang Islam (Islam tidak kolot, tertutup, dan menampik “ilmu
pengetahuan”), tetapi juga membuat dunia Islam yang selama ini cukup banyak
berkutat dengan penekanan rasio atas aturan-aturan yang diciptakan belakangan
setelah era Nabi Muhammad saw.
Muhammad Rasyid Ridha murid Muhammad
Abduh “kompatriot Jamaluddin Al-Afghani”, kemudian menerbitkan majalah Al-Manar di
Mesir.Majalah Al-Manarmenjabarkan ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan
Muhammad Abduh.Melalui publikasi majalah ini, gerakan Islam modern berpengaruh
pada gerakan Islam di Asia Tenggara pada awal abad ke-20, termasuk Indonesia.
Islam Modern diIndonesia
Di Indonesia, gerakan Islam modern menghasilkan organisasi Sarekat Islam (berdiri 1911, yang merupakan kelanjutan SDI yang terbentuk pada 1905). Sarekat Islam adalah organisasi massa Islam modern pertama di Indonesia. Organisasi ini sempat mengganti nama sebagai Partai Sarekat Islam (PSI) demi penekanannya atas politik.
Di Indonesia, gerakan Islam modern menghasilkan organisasi Sarekat Islam (berdiri 1911, yang merupakan kelanjutan SDI yang terbentuk pada 1905). Sarekat Islam adalah organisasi massa Islam modern pertama di Indonesia. Organisasi ini sempat mengganti nama sebagai Partai Sarekat Islam (PSI) demi penekanannya atas politik.
1.
Pada 1929, partai ini
berubah menjadi PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia). Selain Sarekat Islam,
muncul pula organisasi Muhammadiyah yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan pada 1912.
Berbeda dengan Sarekat Islam, Muhammadiyah tidak melibatkan diri dalam
politik.Organisasi ini menekankan upaya dakwah memerangi TBC (Takhayul, Bidah,
Khurafat).Dakwah inilah yang “mengimbangi” pendidikan “modern” ala barat. .
Pendidikan Islam Modern ala Muhammadiyah
Dalam dakwah Muhammadiyah, Ahmad Dahlan mengajak umat Islam menggunakan rasio dengan tetap berpegang teguh pada Alquran dan hadis.AhmadDahlan dalam hal ini mampu melawan sistem politik adu domba ala Belanda yang hendak memisahkan umat Islam menjadi dua bagian besar, Islam politik dan Islam agama.
Dalam dakwah Muhammadiyah, Ahmad Dahlan mengajak umat Islam menggunakan rasio dengan tetap berpegang teguh pada Alquran dan hadis.AhmadDahlan dalam hal ini mampu melawan sistem politik adu domba ala Belanda yang hendak memisahkan umat Islam menjadi dua bagian besar, Islam politik dan Islam agama.
Ahmad
Dahlan bahkan juga melawan praktik-praktik bidah yang merajalela di
Jawa. Orang Jawa yang suka dengan mistisisme mencampurkan Islam dengan
takhayul, misalnya dengan menceritakan kisah Walisongo yang banyak
kepalsuannya. Ahmad Dahlan juga menciptakan buku-buku praktis.
BAB III
PENUTUP
2.1
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas
maka penulis memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Tokoh-tokoh diindonesia Dengan ditampilkannya
beberapa tokoh dalam pendidikan, kita dapat mengetahui bagaimana para
tokoh berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa, salah satunya dengan mendirikan sekolah-sekolah
di berbagai penjuru tanah air.
2.2
Saran
Semoga dengan tersusunya makalah ini
dapat member dan menambah
wawasan kita tentang mata kulya islam
disiplin ilmu mengenai pembahasan
masalah “tokoh-tokoh diindonesia”
Dari pembahasan materi ini, kami
mengalami kendala dalam penyusun makalah
ini, maka ada beberapa kesalahan atau kekurangan dari kami, oleh karena
itu kami juga membutuhkan saran dan
mengkritik dari pembaca untuk pembuatan makalah berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Tatang. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Syarifudin, Tatang. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
MAKALAH
ISLAM DISIPLIN ILMU
“TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN DI INDONESIA”
|
Nama Kelompok
|
|
1. Epa Puspita Sari
|
|
2. Zeris Anggraini
|
|
3. Yoga Firnanda
|
PROGRAM STUDY
PENDIDIKAN PPKN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayahnya-lah sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik. Tak lupa pula penyusun ucapkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,
karena beliau telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang
penuh berkah.
Adapun judul makalah ini adalah ”tokoh-tokoh
pendidikan di indonesia” Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kulya islam disiplin ilmu . Dan penyusun sangat berharap semoga dengan
adanya makalah ini, penyusun dapat memberikan dan memperluas ilmu yang kita
miliki.
Terima kasih atas pihak yang telah mendukung penyusun
dalam pembuatan
makalah ini, jika ada salah kata, penyusun
berharap menerima
kritik dan saran untuk pembuatan
makalah selanjutnya. Jika ada
yang tidak berkenaan di hati pembaca, penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bengkulu,
April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
kata pengatar…………………………………………………….............I
daftar isi………………………………………………………………….……I
bab i pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………….1
1.3 Tujuan Pembahasan ………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN
Tokoh-tokoh
diindonesia………………………………………………………………..2
2.1 R.A
Kartini…………………………………………………………………………..2
2.2 R.A DEwi
Sartika …………………………………………………………………...4
2.3 Rohana
Kuddus…………………………………………………………………...…5
2.4 Ki Hajar
Dewantara……………………………………………………………….....7
2.5 Prof.DR
Slamet Imam Santoso……………………………………………………...9
2.6 Bu Kasur…………………………………………………………………………..…9
2.7 Kiai
Hasyim asy’ari……………………………………………………………….…9
2.8 Dr. soetomo………………………………………………………………………….10
2.9 Ahmad Dahlan……………………………………………………………………….10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….15
3.2 Saran………………………………………………………………………………15
DAFTAR
PUSTAKA
bab i
pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Sesuai dengan
konsep life long education, akhirnya pendidikan tak akan
berhenti selama manusia masih ada dan masih hidup. Hidup dan kehidupan
tak kan dapat terlepas dari pendidikan. Kegiatan atau proses pendidikan
akan terasa amat penting dan sangat dibutuhkan dalam menghadapi ilmu dan
teknologi yang sangat pesat kemajuannya seperti sekarang ini. Hal
tersebut dilakukan agar suatu negara tidak tergilas zaman yang sejatinya sedang
berpacu dengan waktu. Segala upaya pemerintah perlu dilakukan untuk
peningkatan mutu pendidikan dan pembenahan sistem yang telah ada tanpa
mengabaikan norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku . Oleh karena
itu, negara (Indonesia) selayaknya tetap berkaca pada masa lalu.
Kemajuan apa saja yang
positif, tetaplah dipertahankan. Semua itu tidaklah terlepas dari
upaya-upaya yang pernah dilkukan para tokoh pendidikan sebagai pemancang pilar
pendidikan. Beberapa orang di antara mereka adalah: Ki Hajar Dewantara,
KH. Ahmad Dahlan, Mochamad Syafei, RA. Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kuddus,
dan lain sebaginya.
1.2
Rumusan
Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
Ø
Pendidikan apa saja
yang pernah ditempuh tokoh?
Ø
Apa saja karier yang
pernah digeluti tokoh?
Ø
Bagaimana kiprah tokoh
dalam organisasi yang pernah didirikan untuk memajukan bidang pendidikan?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah
ini adalah:
Ø
Memahami tokoh-tokoh
diindonesia.
Ø
Memahami karier yang
perna digeluti tokoh.
Ø
Memahami kiprah tokoh
dalam organisasi yang perna didirikan untuk memajukan bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.
RA. Kartini
(1879-1904):
Nama
: Raden Adjeng Kartini
Lahir
: Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879
Meninggal
: Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya
lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan
pribumi.
Biografi
Raden
Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan
Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri
dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah,
putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di
Telukawur, Jepara.Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong.
Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang
bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi 2, maka ayahnya
menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja
Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di
Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A.
Tjitrowikromo.Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri.
Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya,
Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak
Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai
usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere
School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah
usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Jika diteliti, jejak perjuangan Kartini adalah
perjuangan agar perempuan Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang
layak. Bukan perjuangan untuk emansipasi di segala bidang. Kartini
menyadari, perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan.Agar dapat
menjalankan perannya dengan baik, perempuan harus mendapat pendidikan yang baik
pula.
Dalam sebuah suratnya, kepada Prof.
Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902 Kartini menulis, ‘Kami di sini memohon
diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena
kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam
perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali
bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban
yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia
yang pertama-tama”.
Atas kesadaran tersebut, Kartini berniat
melanjutkan sekolah ke Belanda, Aku mau meneruskan pendidikanku ke
Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang
telah kupilih” (Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 1900). Waktu itu,
Kartini beranggapan bahwa Eropa adalah tempat peradaban tertinggi dan paling
sempurna di muka bumi.Namun, rencana itu tak pernah berhasil.Kartini hanya
mendapat kesempatan menempuh sekolah guru di Betawi.Kesempatann ini pun batal
dijalaninya karena dia harus menikah dengan R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat.
Walaupun awalnya banyak menentang adat
Jawa yang kaku dan kebiasaan bangsawannya berpoligami, Kartini menerima
pernikahan tersebut. Ada sebuah kesadaran di benaknya, dengan menikah dia akan
berkesempatan untuk mendirikan sekolah bagi perempuan bumiputra.
Alasan ini masuk akal karena suaminya adalah seorang bupati yang berkuasa dan
mengizinkan bahkan mendukungnya untuk mendirikan sekolah. Keputusan yang
luar biasa dari seorang pahlawan sejati.
Pada
hari pernikahannya, seorang ustad dari Semarang, Haji Mohammad Sholeh bin Umar,
menghadiahkan beberapa juz al-Quran berbahasa Jawa. Kegelisahan Kartini
terhadap agama Islam pun terjawab.Sebelumnya, dalam kehidupan sehari-harinya
Kartini hanya diajarkan membaca al-Quran tanpa diizinkan untuk mengetahui
artinya.Setelah mempelajari al-Quran, pandangan Kartini terhadap beberapa hal
punberubah.Di antaranya, pandangannya terhadap peradaban Eropa, “…,
tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang
paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri
menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di
balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama
sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” (Surat Kartini kepada Ny.
Abendanon, 27 Oktober 1902).
Pandangan
Kartini terhadap poligami pun berganti, jika awalnya menentang, setelah
mengenal ajaran Islam dia menerimanya.Sayangnya, Haji Mohammad Sholeh meninggal
sebelum sempat menyelesaikan seluruh terjemahan al-Quran untuk Kartini.
Kartini pun hanya mempelajari beberapa jus terjemahan tersebut. Jika saja
dia sempat mempelajari keseluruhan Al Quran, tidak mustahil ia akan menerapkan
semua kandungannya. Kartini berani berbeda dengan tradisi adatnya yang mapan,
dia juga memiliki ketaatan yang tinggi terhadap ajaran Islam. Bukunya yang
berjudul Habis Gelap Terbitlah Terangmina dulumati ila nuur.
Kartini menyadari bahwa sumber pendidikan terbaik justru ada di dekatnya,
yaitu Al-Quran, bukan di Eropa.pun terinspirasi dari Surat Al-Baqarah
ayat 193:13 Septembar 1904, Kartini meninggal pada usia yang masih muda, 25
tahun dan dimakamkan di Rembang. Untuk menghormatinya, Van Deventer, seorang
tokoh politik Etis, mendirikan Yayasan Kartini (1912). Yayasan tersebut
bertugas mengelola “Sekolah Kartini” yang didirikan di Semarang, Surabaya,
Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya.
2.
RA. Dewi Sartika
(1884-1947):
Nama
: Dewi Sartika
Lahir
: Bandung, 4 Desember 1884
Meninggal
: Tasikmalaya, 11 September 1947
Umur
: 62 tahun
Di
Juluki : Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966.
Nama
Ayah : Nyi Raden Rajapermas
Nama
Ibu : Raden Somanagara
Biografi
Dewi
Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden
Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh
menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. Sepeninggal ayahnya, Dewi
Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang berkedudukan sebagai patih di
Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai kesundaan,
sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang
nyonya Asisten Residen bangsa Belanda.
Mendirikan
Sekolah
Sejak
1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah
ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di
hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit,
membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu Usai
berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi
Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda.
Tenaga pengajarnya tiga orang; Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny.
Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang,
menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Setahun
kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang,
Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya,
serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada
tahun 1909, membuktikan kepada bangsa kita bahwa perempuan memiliki kemampuan
yang tak ada bedanya dengan laki-laki. Tahun 1910, menggunakan hartanya
pribadi, sekolahnya diperbaiki lagi sehingga bisa lebih mememnuhi syarat
kelengkapan sekolah formal.
Meninggal
Dewi
Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu
upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan
Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati
Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.
Dewi Sartika dilahirkan di keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara.Meskipun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda.Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya (kakah ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka. Oleh pamannya itu, ia mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda, sementara wawasan kebudayaan Barat didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen berkebangsaan Belanda.Sedari kecil , Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering memperagakan praktik di sekolah, belajar baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar.Waktu itu, Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan.Gempar, karena waktu itu belum ada anak (apalagi anak rakyat jelata) yang memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.
Setelah remaja, Dewi Sartika kembali
lagi kepada ibunya di Bandung.Jiwanya yang telah dewasa semakin menggiringnya untuk
mewujudkan cita-citanya. Hal ini didorong pula oleh pamannya, Bupati
Martanagara, yang memang memiliki keinginan yang sama. Tetapi, meski keinginan
yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak menjadikannya serta merta dapat
mewujudkan cita-citanya. Adat yang mengekang kaum wanita pada waktu itu,
membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir.Namun karena
kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa
meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan.
Tahun 1906,
Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, beliau memiliki
visi dan cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika, guru di sekolah Karang
Pamulang, yang saat itu merupakan sekolah Latihan Guru.
Sejak 1902,
Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan.Disebuah
ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di
hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit,
membaca, menulis dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu
Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A.
Martenagara, pada 16 Januari 1904,
Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang : Dewi Sartika
dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa
dan Nyi.Oewid.Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang,
menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Setahun kemudian, 1905,
sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini
dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi
dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909,
bahasa sundabisa lebih mememenuhi syarat kelengkapan sekolah formal.
Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa
wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang
dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama
dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah
berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh
kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914,
nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota
kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal
tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi,
di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah
Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada
tahun 1920, ditambah beberapa
yang berdiri di kota kewedanaan.
Bulan September 1929,
Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25
tahun, yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Déwi”. Atas jasanya
dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah
Hindia-Belanda.
Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman
sederhana di pemakaman Cigagadon – Desa Rahayu Kecamatan
Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan
kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.
3. RohanaKuddus(1884-1969)
Rohana Kuddus dikenal sebagai wanita Islam yang taat pada agamanya dan sebagimana kedua tokoh di tas, ia giat sekali mempelopori emansipasi wanita. Selain sebagai pendidik, ia pun adalah wartawan wanita pertama Indonesia.Sebagaimana dikemukakan Djumhur dan Danasuparta dalam Syarifudin, pada tahun 1896 (pada usia 12 tahun) Rohana telah mengajarkan membaca dan menulis (huruf Arab dan Latin) kepada teman-teman gadis sekampungnya. Pada tahun 1905 ia mendirikan Sekolah Gadis di Kota Gedang. Pada tanggal 11 Februari 1911 ia memimpin Perkumpulan Wanita Minangkabau yang diberi nama “Kabar wanita Karajinan Amai Setia” yang kemudian dijadikan nama sekolahnya. Rohana juga berjuang menerbitkan surat kabar khusus untuk wanita. Pada tanggal 10 Juli 1912 Rohana menjadi pemimpin redaksi surat kabar wanita di kota Padang yang diberi nama “Soenting Melajoe”
Rohana Kuddus dikenal sebagai wanita Islam yang taat pada agamanya dan sebagimana kedua tokoh di tas, ia giat sekali mempelopori emansipasi wanita. Selain sebagai pendidik, ia pun adalah wartawan wanita pertama Indonesia.Sebagaimana dikemukakan Djumhur dan Danasuparta dalam Syarifudin, pada tahun 1896 (pada usia 12 tahun) Rohana telah mengajarkan membaca dan menulis (huruf Arab dan Latin) kepada teman-teman gadis sekampungnya. Pada tahun 1905 ia mendirikan Sekolah Gadis di Kota Gedang. Pada tanggal 11 Februari 1911 ia memimpin Perkumpulan Wanita Minangkabau yang diberi nama “Kabar wanita Karajinan Amai Setia” yang kemudian dijadikan nama sekolahnya. Rohana juga berjuang menerbitkan surat kabar khusus untuk wanita. Pada tanggal 10 Juli 1912 Rohana menjadi pemimpin redaksi surat kabar wanita di kota Padang yang diberi nama “Soenting Melajoe”
4. Ki Hajar Dewantara
Nama
: Ki Hajar Dewantara
Nama
Asli :Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
Lahir
: Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat
:Yogyakarta, 28 April 1959
Pendidikan
•
Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
•
STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat
•
Europeesche Akte, Belanda
•
Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957
Karir
•
Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer dan Poesara
•
Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional
Tamansiswa) pada 3 Juli 1922
•
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
Organisasi
•
Boedi Oetomo 1908
•
Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme
Indonesia) 25 Desember 1912
Penghargaan
•
Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan
Nasional
•
Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959,
tanggal 28 November 1959)
•
Ki Hajar Dewantara (1889-1959)
Tokoh ini sangat identik dengan pendidikan di Indonesia. Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta (2 Mei 1889) dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Semasa kecilnya, RM Soewardi Soeryaningrat sekolah di ELS (SD Belanda). Kemudian, ia melanjutkan ke STOVIA (sekolah dokter bumiputra), namun tidak tamat. Setelah itu, dia bekerja sebagai wartawan di Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat tajam dan patriotik sehingga membangkitkan semangat antipenjajahan.
Selain
menjadi wartawan, RM Soerwardi Soeryaningrat juga aktif di organisasi sosial
dan politik. Tahun 1908 ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo. Kemudian,
bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische
Partij (25 Desember 1912) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Namun partai
ini ditolak oleh pemerintah Belanda.Kemudian, ia dan kawan-kawannya membentuk
Komite Bumipoetra (1913) untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda
yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan
Prancis. Untuk membiayai pesta tersebut Pemerintah Belanda menarik uang dari
rakyat jajahannya.RMSoewardi Soeryaningrat mengkritik lewat
tulisannya “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan
“Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk
Satu Juga).Akibat tulisannya itu, RM Soerwardi Soeryaningrat dijatuhi hukuman
buang ke Pulau Bangka oleh Gubernur Jenderal Idenburg tanpa proses pengadilan.
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo yang merasa rekan seperjuangan diperlakukan
tidak adil menerbitkan tulisan untuk membela Soewardi.Belanda menganggap
tulisan itu menghasut rakyat untuk memberontak pada pemerinah
kolonial.Akibatnya, keduanya pun terkena hukuman buang, Douwes Dekker ke Kupang
dan Cipto Mangoenkoesoemo ke Banda.Hukuman itu ditolak, mereka meminta untuk
dibuang ke Negeri Belanda agar bisa belajar.Keinginan tersebut diterima dan
mereka diizinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari
pelaksanaan hukuman.Selama di negara kincir angin tersebut, Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte dan kembali
ke tanah air pada 1918.
Sekembalinya
ke tanah air, bersama rekan-rekannya, RM Soewardi Soeryaningrat mendirikan
Perguruan Nasional Tamansiswa (3 Juli 1922).Perguruan ini mendidik para
siswanya untuk memiliki nasionalisme sehingga mau berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan. Demi memuluskan langkahnya-langkahnya, RM Soewardi Soeryaningrat
pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sebagai seorang bangsawan yang
berasal dari lingkungan Kraton Yogyakarta dan dengan gelar RM di depan namanya,
dia kurang leluasa bergerak.
Aktivitas Tamansiswa pun ditentang oleh
Pemerintah Belanda melalui Ordonasi Sekolah Liar pada 1932.Dengan gigih RM
Soewardi Soeryaningrat pun berjuang hingga ordonansi itu dicabut.Sambil
mengelola Tamansiswa, RM Soewardi Soeryaningrat tetap
rajin menulis.Namun bukan lagi soal politik, melainkan soal
pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.Melalui tulisan-tulisan itulah
dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Tahun
1943, ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara bergabung ke Pusat
Tenaga Rakyat (Putera).Di organisasi tersebut, dia menjadi salah seorang
pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah
Indonesia merdeka, ia pun dipercaya menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran,
dan Kebudayaan yang pertama. Berbagai aktivitasnya dalam memperjuangkan
pendidikan di tanah air sebelum hingga Indonesia merdeka tersebut, membuatnya
dianugerahui gelar doktor kehormatan oleh Universitas Gadjah Mada (1957).Ki
Hajar Dewantara meninggal pada 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di
Kampung Celeban (Yogyakarta).Kemudian, atas jasa-jasanya, pendiri Taman siswa
itu ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.Ki Hajar
Dewantara pun mendapat gelar Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal
kelahirannya, 02 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
5. Prof.Dr.SlametImamSantoso
Prof. Dr. Slamet Imam Santoso dilahirkan di Wonosobo, 7 September 1907. Wafat di Jakarta, 9 Novenber 2004. Beliau beragama Islam. Isterinya bernama Suprapti Sutejo. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah ELS Magelang 1912 – 1917, HIS Magelang 1918 – 1920, Mulo Magelang 1920 – 1923, MAS-B Yogyakarta 1923 – 1926, Indische Atrs Stovia 1926 – 1932, dan Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum 1932 – 1934.
Prof. Dr. Slamet Imam Santoso dilahirkan di Wonosobo, 7 September 1907. Wafat di Jakarta, 9 Novenber 2004. Beliau beragama Islam. Isterinya bernama Suprapti Sutejo. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah ELS Magelang 1912 – 1917, HIS Magelang 1918 – 1920, Mulo Magelang 1920 – 1923, MAS-B Yogyakarta 1923 – 1926, Indische Atrs Stovia 1926 – 1932, dan Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum 1932 – 1934.
Kariernya
adalah Pendiri Fakultas Psikologi UI, PR Bidang Akademisi UI, Guru Besar
Fak. Kedokteran UI dan Fak. Psikologi UI, Dosen Lemhanas, Dewan Kurator
Universitas Mertju Buana.Karya-karya yang ditulisnya antara lain: Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan, The Social Background for Psychology in
Indonesia, Psychiatry dan Masyarakat Kesejahteraan Jiwa: School Health in
The Communnity, Sekolah sebagai Sumber Penyakit atau Sumber
Kesejahteraan, Dasar Stadium Generale, Pendidikan Universitas Atas Dasar
Teknik dan Keilmuan, Dasar-Dasar Pendidikan.
6. Bu Kasur
Bu Kasur bernama asli Sandiah. Beliau Lahir di Jakarta, 16 Januari 1926. Wafat di Jakarta, 22 Oktober 2002 dan dikebumikan di Kaliori, Purwokerto, Jawa Tengah (23 Oktober 2002). Suaminya bernama Suryono (Pak Kasur). Pendidikanyang pernah ditempuhnya adalah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs MULO 1930. Kariernya adalah sebagai pencipta lagu anak-anak, pendiri dan pengasuh TK Mini Pak Kasur (1965), pengasuh dan pembawa acara anak di radio dan televisi. Penghargaan yang pernah diperolehnya antara lain: Bintang Budaya Para Dharma (1992), penghargaan dari Presiden dalam rangka Hari Anak Nasional (1988), Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori Anno II (1976).
Bu Kasur bernama asli Sandiah. Beliau Lahir di Jakarta, 16 Januari 1926. Wafat di Jakarta, 22 Oktober 2002 dan dikebumikan di Kaliori, Purwokerto, Jawa Tengah (23 Oktober 2002). Suaminya bernama Suryono (Pak Kasur). Pendidikanyang pernah ditempuhnya adalah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs MULO 1930. Kariernya adalah sebagai pencipta lagu anak-anak, pendiri dan pengasuh TK Mini Pak Kasur (1965), pengasuh dan pembawa acara anak di radio dan televisi. Penghargaan yang pernah diperolehnya antara lain: Bintang Budaya Para Dharma (1992), penghargaan dari Presiden dalam rangka Hari Anak Nasional (1988), Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori Anno II (1976).
7. KiaiHasyimAsy’ari
Kiai Hasyim Asy’ari Lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 (24 Dzulkaidah 1287 H). Meninggal pada tanggal 25 Juli 1947. Ayah dan Ibunya bernama Kiai Asy’ari dan Halimah. Pendidikan yang ditempuhnya adalah: Pesantren Gedang, Pesantren Keras, selatan Jombang, Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), dan Pesantren Trenggilis (Semarang).
Kiai Hasyim Asy’ari Lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 (24 Dzulkaidah 1287 H). Meninggal pada tanggal 25 Juli 1947. Ayah dan Ibunya bernama Kiai Asy’ari dan Halimah. Pendidikan yang ditempuhnya adalah: Pesantren Gedang, Pesantren Keras, selatan Jombang, Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), dan Pesantren Trenggilis (Semarang).
Karier yang pernah dijalani adalah sebagai Pendiri
Pesantren Tebuireng (1899), salah satu Pendiri Nahdhatul Ulama, 31 Januari
1926), dan Tokoh Pembaharuan Pesantren.Adapun penghargaan yang diterimanya
antara lain: Pahlawan Kemerdekaan Nasional (SK Pesiden RI No. 294 Tahun 1964
tanggal 17 November 1964).
8. Dr.Soetomo
Dr. Soetomo berama Asli Soebroto. Lahir di Desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888 dan wafat di Surabaya, 30 Mei 1938. Pendidikan yang dijalaninya: STOVIA tahun 1911.
Dr. Soetomo berama Asli Soebroto. Lahir di Desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888 dan wafat di Surabaya, 30 Mei 1938. Pendidikan yang dijalaninya: STOVIA tahun 1911.
Kariernya
antara lain sebagai Dokter di Tuban, Semarang, Lubuk Pakam, dan Malang,
Wartawan dan memimpin beberapa surat Kabar.
Adapun
organisasi yang diikutinya adalah: Pendiri dan Ketua Budi Utomo, 20 Mei 1908,
Budi Utomo bergerak di bidang politik tahun 1919, Pendiri Indische Studie Club
(ISC) tahun 1924, ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI
(1931), Pendiri dan Ketua Patai Indonesi Raya (Parindra) yang merupakan
Penggabungan Budi Utomo dan PBI.
9. AhmadDahlan
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis. Beliau adalah putra keempat dari tujuh bersaudara pasangan KH. Abu Bakar (seorang ulam dan khatib terkemuka mesjid besar Kesultanan Yogyakarta dan Nyai Abu Bakar (putri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga. Dalam silsilah, disebutkan bahwa beliau masih keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim.
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis. Beliau adalah putra keempat dari tujuh bersaudara pasangan KH. Abu Bakar (seorang ulam dan khatib terkemuka mesjid besar Kesultanan Yogyakarta dan Nyai Abu Bakar (putri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga. Dalam silsilah, disebutkan bahwa beliau masih keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim.
Sebagai
seorang anak ulama, KH. Ahmad Dahlan yang memiliki nama kecil Muhammad Darwis
sudah belajar agama dan bahasa Arab kepada sang ayah. Setelah belajar agama di
kampungnya, beliau melanjutkan sekolah ke Mekah setelah sang xayah menyuruh
menunaikan rukun Islam kelima tahun 1883.
Saat
berangkat ke Mekah untuk menuaikan haji, Muhammad Darwis masih berumur 15
tahun. Beliau sempat bermukim di Mekah selama lima tahun untuk memperdalam ilmu
agama seperti qira’at, tauhid, tafsir, fikih, ilmu mantiq dan ilmu falak.
Setelah kembali dari Mekah pada tahun 1902, beliau berganti nama menjadi
Haji Ahmad Dahlan.
Satu tahun kemudian, beliau
berkesempatan untuk memperdalam ilmu agama lagi di Mekah.Dari sini,
beliau banyak belajar mengenal pemikiran para pembaharu Islam. Antara lain Ibnu
Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha.
Islam Yang Rasional
Perjalanan K.H. Ahmad Dahlan membuka cakrawala pendidikan (Islam) di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari modernisasi Islam yang dilakukan oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh pada abad sebelumnya di Eropa.
Perjalanan K.H. Ahmad Dahlan membuka cakrawala pendidikan (Islam) di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari modernisasi Islam yang dilakukan oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh pada abad sebelumnya di Eropa.
Jamaluddin
Al-Afghani, seorang intelektual muslim yang sempat mengenyam kesempatan
berbagai ilmu dalam organisasi Freemasonry, bertujuan untuk mengadaptasikan
Islam dengan masa modern. Caranya, memperkaya Islam dengan berbagai penemuan
yang berkaitan dengan rasionalitas yang diandalkan pengetahuan Eropa.Jamaluddin
Al-Afghani menerbitkan jurnal Al-Urwatul Wutsqa pada
1884. Al-Urwatul Wutsqa sendiri misalnya “mendukung” teori
evolusi (tetapi tidak untuk manusia) yang tidak hanya membuat dunia Barat
membuka mata tentang Islam (Islam tidak kolot, tertutup, dan menampik “ilmu
pengetahuan”), tetapi juga membuat dunia Islam yang selama ini cukup banyak
berkutat dengan penekanan rasio atas aturan-aturan yang diciptakan belakangan
setelah era Nabi Muhammad saw.
Muhammad Rasyid Ridha murid Muhammad
Abduh “kompatriot Jamaluddin Al-Afghani”, kemudian menerbitkan majalah Al-Manar di
Mesir.Majalah Al-Manarmenjabarkan ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan
Muhammad Abduh.Melalui publikasi majalah ini, gerakan Islam modern berpengaruh
pada gerakan Islam di Asia Tenggara pada awal abad ke-20, termasuk Indonesia.
Islam Modern diIndonesia
Di Indonesia, gerakan Islam modern menghasilkan organisasi Sarekat Islam (berdiri 1911, yang merupakan kelanjutan SDI yang terbentuk pada 1905). Sarekat Islam adalah organisasi massa Islam modern pertama di Indonesia. Organisasi ini sempat mengganti nama sebagai Partai Sarekat Islam (PSI) demi penekanannya atas politik.
Di Indonesia, gerakan Islam modern menghasilkan organisasi Sarekat Islam (berdiri 1911, yang merupakan kelanjutan SDI yang terbentuk pada 1905). Sarekat Islam adalah organisasi massa Islam modern pertama di Indonesia. Organisasi ini sempat mengganti nama sebagai Partai Sarekat Islam (PSI) demi penekanannya atas politik.
1.
Pada 1929, partai ini
berubah menjadi PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia). Selain Sarekat Islam,
muncul pula organisasi Muhammadiyah yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan pada 1912.
Berbeda dengan Sarekat Islam, Muhammadiyah tidak melibatkan diri dalam
politik.Organisasi ini menekankan upaya dakwah memerangi TBC (Takhayul, Bidah,
Khurafat).Dakwah inilah yang “mengimbangi” pendidikan “modern” ala barat. .
Pendidikan Islam Modern ala Muhammadiyah
Dalam dakwah Muhammadiyah, Ahmad Dahlan mengajak umat Islam menggunakan rasio dengan tetap berpegang teguh pada Alquran dan hadis.AhmadDahlan dalam hal ini mampu melawan sistem politik adu domba ala Belanda yang hendak memisahkan umat Islam menjadi dua bagian besar, Islam politik dan Islam agama.
Dalam dakwah Muhammadiyah, Ahmad Dahlan mengajak umat Islam menggunakan rasio dengan tetap berpegang teguh pada Alquran dan hadis.AhmadDahlan dalam hal ini mampu melawan sistem politik adu domba ala Belanda yang hendak memisahkan umat Islam menjadi dua bagian besar, Islam politik dan Islam agama.
Ahmad
Dahlan bahkan juga melawan praktik-praktik bidah yang merajalela di
Jawa. Orang Jawa yang suka dengan mistisisme mencampurkan Islam dengan
takhayul, misalnya dengan menceritakan kisah Walisongo yang banyak
kepalsuannya. Ahmad Dahlan juga menciptakan buku-buku praktis.
BAB III
PENUTUP
2.1
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas
maka penulis memperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Tokoh-tokoh diindonesia Dengan ditampilkannya
beberapa tokoh dalam pendidikan, kita dapat mengetahui bagaimana para
tokoh berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa, salah satunya dengan mendirikan sekolah-sekolah
di berbagai penjuru tanah air.
2.2
Saran
Semoga dengan tersusunya makalah ini
dapat member dan menambah
wawasan kita tentang mata kulya islam
disiplin ilmu mengenai pembahasan
masalah “tokoh-tokoh diindonesia”
Dari pembahasan materi ini, kami
mengalami kendala dalam penyusun makalah
ini, maka ada beberapa kesalahan atau kekurangan dari kami, oleh karena
itu kami juga membutuhkan saran dan
mengkritik dari pembaca untuk pembuatan makalah berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Tatang. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
Syarifudin, Tatang. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar